Program RW Ramah Anak, sebagai pengejah-wantahan Depok Kota Layak Anak, tercoreng dengan sikap antipati pada anak
Anak anak saat bermain bola sepak di Garasi BKN.(fto; Gatot).Literasidepoknews
Depok Utara, Sabtu, 22 Juli 2017
Pemerintah Kota (Pemkot) Depok telah mencanangkan Depok menjadi Kota Layak Anak, dan program tersebut menjadi salah satu jargon unggulan dalam setiap kegiatan Walikota Depok yang turut melibatkan, bunda Elly Farida istri Walikota Depok.
Berbagai kegiatan yang acapkali melibatkan dan/atau turut menghadirkan bunda Elly selaku Ketua Tim Penggerak PKK, pasti memaparkan tentang pentingnya mewujudkan sebuah kota yang layak bagi anak-anak, dan hal itu memang sudah sepatutnya di kampanyekan secara sistematis dan berkelanjutan.
Terwujudnya sebuah kota yang layak untuk anak, patut mendapat dukungan dari segenap potensi masyarakat di Kota Depok, apalagi jika dikaitkan dengan status Indonesia Darurat Narkoba, belum lagi maraknya penyimpangan perilaku anak anak yang mengarah pada tindak kriminal, maka pilihan untuk sesegera mungkin menjadikan Depok sebagai Kota Layak Anak adalah pilihan yang amat bijak dan berorientasi pada penyelamatan generasi penerus bangsa agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan memutus mata rantai keinginan untuk bertindak yang menjurus pada tindakan melawan hukum, de-radikalisasi.
Guna terwujudnya program Depok Kota Layak Anak, maka kampanye untuk mewujudkannya adalah dengan menggalang kepedulian seluruh masyarakat Kota Depok, melalui program RW Ramah Anak - program ini adalah pengejah-wantahan dari program Depok Kota Layak Anak yang kini tengah gencar gencarnya di kampanyekan oleh bunda Elly selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok.
Dalam pokok pikirannya, bunda Elly berharap di setiap RW harus terbangun empati untuk bersama sama mewujudkan mencintai dan menyayangi dan melindungi anak anak di lingkungan RW nya masing-masing, sehingga akan terwujud sebuah lingkungan RW yang ramah anak.
Tetapi dalam setiap program hampir pasti ada ditemui hal hal yang justru menciderai nilai luhur yang memang hendak di wujudkan dalam program RW Ramah Anak, yakni menjadikan lingkungan tempat tinggal sebagai yang terindah dan teraman.
Adalah RW. 10 Depok Utara, yang masuk dalam lingkungan Kelurahan Beji, Kecamatan Beji yang didapati adanya sikap terkesan justru bertolak belakang dengan program RW Ramah Anak.
Awak LDN mendapati cerita yang bermuatan keluhan dari beberapa warga di lingkungan RW. 10 Depok Utara, yakni adanya sikap antipati pada anak anak yang di perlihatkan oleh salah seorang warga RW. 10, sikap antipati tersebut dengan melarang anak anak untuk bermain bola sepak di areal lapangan bulutangkis yang memang menjadi Fasum / Fasos di RW. 10.
Luhur, salah seorang warga RW
.10 mengatakan pada awak LDN, bahwa dirinya mendapat pengaduan dari anaknya yang dilarang bermain bola sepak di lapangan bulutangkis yang merupakan Fasum/Fasos tersebut.
Lapangan Bulutangkis yang di persoalkan.
"jadi anak saya di larang main bola di lapangan bulutangkis, ini bukan sekali saja, sudah sering, anak anak dilarang, sikap antipati pada anak anak dapat di kategorikan sebagai sikap pembangkangan terhadap program Pemerintah Kota Depok, yang tengah mengkampanyekan program RW Ramah Anak, dalam mewujudkan Depok Kota Layak Anak" kata luhur mengawali.
Dirinya kemudian menambahkan, bahwa siapapun tidak berhak melarang anak anak bermain di lapangan sepanjang dalam batas kewajaran, semua warga di lingkungan RW. 10 berhak memanfaatkan sarana fasum/fasos, baik untuk sarana bermain maupun berolahraga dan hal tersebut juga berlaku bagi anak anak,
"ga ada yang boleh melarang anak anak bermain di areal fasum/fasos, karena itu lahan fasum/fasos, maka boleh untuk dimanfaatkan, padahal kita bertetangga rumah, opung (red: bahasa batak yang artinya kakek) yang sering melarang anak anak main di lapangan itu sebelah rumah saya, seperti ga bertetangga saja.. " imbuh Luhur emosi.
Lain Luhur, lain pula Domu, yang juga ikut merasakan kegundahan anaknya karena di larang bermain bola sepak di lapangan bulutangkis,
"anak saya juga cerita bahwa dilarang main bola, kalau anak anak ga boleh main di lapangan, terus mau main dimana, di jalanan, pengertianlah, toh..anak anak bermain masih dalam batas kewajaran anak anak" kata Domu dengan mimik serius.
Berdasarkan pantauan awak LDN, lapangan bulutangkis yang menjadi bahasan warga RW. 10 terletak antara jalan Kemangi dan Asparagus. Memang letak lapangan tersebut persis di sebelah rumah Panjaitan yang rumahnya juga bersebelahan dengan rumah orangtua Luhur, mereka bertetangga sudah puluhan tahun.
Ketua RW. 10 Depok Utara, Jean Erick Sitanggang yang sempat ditemui oleh Awak LDN, mengakui memang terjadi pelarangan tersebut, bahkan dirinya sempat di datangi dan diminta oleh anak anak yang ingin bermain di lapangan tersebut untuk mendampingi anak anak dilapangan, alasannya takut sama opung.
"saya miris bang.., melihat keadaan seperti ini, jujur saja saya juga punya anak, jadi saya bisa merasakan bagaimana perasaan orangtua anak anak itu, kalau rumah saya ada arena untuk bermain bola saya suruh anak anak itu main dirumah saya.." kata Erick sedih.
Erick juga mengatakan, dalam kapasitasnya sebagai Ketua RW dirinya meminta pengertian seluruh warga untuk bertenggang rasa, kuatkan tali silahturahmi, dan bermawas diri untuk saling menghargai satu dengan yang lainnya, dan terkait dengan fasum/fasos yang di manfaatkan menjadi lapangan itu menjadi hak warga RW. 10 untuk memanfaatkannya, termasuk untuk anak anak bermain bola sepak, lapangan bulutangkis itu bukan milik perorangan, jadi siapapun tidak boleh melarang anak anak untuk bermain di lapangan tersebut.
"saya berharap, kiranya antar warga bisa terjalin silahturahmi dan saling tenggang rasa, lapangan bulutangkis itu milik fasum/fasos Pemkot Depok yang ada di lingkungan RW. 10, jadi tidak boleh ada yang melarang anak anak bermain dan memanfaatkan lapangan tersebut, toh..anak anak bermain dalam batas kewajaran, justru sebagai orangtua mengarahkan, membimbing agar terwujud program RW Ramah Anak yang merupakan program Pemerintah Kota Depok" pungkas Erick bersemangat.(Gatot Literasi)
editor; Redaksi
0 komentar:
Posting Komentar